STAFSUS JOKOWI PASTIKAN KUHP BARU TETAP MENJAMIN KEMERDEKAAN PERS
STAFSUS JOKOWI PASTIKAN KUHP BARU TETAP
MENJAMIN KEMERDEKAAN PERS
Staf Khusus
Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menepis tudingan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) mengancam kebebasan pers. Dini menilai tidak ada yang berubah
terkait kebebasan pers di Indonesia meski hadirnya KUHP baru.
"Mekanisme
penyelesaian sengketa terkait pers tetap melalui Dewan Pers. Jika ada keberatan
terhadap suatu pemberitaan media yang terdaftar di Dewan Pers, penyelesaiannya
melalui mediasi Dewan Pers. Sejauh ini Mahkamah Agung konsisten menerapkan hal
ini dalam perkara pidana maupun perdata yang menyangkut media. Jadi teman-teman
wartawan tidak perlu khawatir dikriminalisasi," kata Dini dalam keterangan
kepada wartawan, Sabtu (10/12/2022).
Menurut
Dini, salah satu elemen penting yang tertera di UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 pun
telah diadopsi di KUHP baru. Hal itu terkait Pasal 6 di UU Pers yang menjamin
soal kritik sebagai bagian dari pengawasan dan tidak bisa dipidana.
Terkait
Pasal 17 dalam KUHP baru yang dituding bentuk kriminalisasi wartawan dan
mengancam kebebasan pers, lanjut Dini, telah terdaftar di KUHP lama. Dini
mengatakan pasal itu bersifat umum dan tidak spesifik ditujukan pada insan
pers.
"Presiden
Jokowi sendiri pernah menyampaikan dalam forum perayaan Hari Pers Nasional,
bahwa pers memiliki peran sangat besar dalam pemerintahan, baik dalam
mewartakan agenda pemerintah ataupun memberikan kritik atas kebijakan
pemerintah," jelas Dini.
Dini
menambahkan, Pasal 17 di KUHP baru itu pun telah diuji di Mahkamah Konstitusi
sehingga turut dijadikan acuan dalam merumuskan KUHP baru.
"Sebagian
dari 17 pasal itu sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi. Keputusan MK
itulah yang menjadi acuan para perumus KUHP baru dalam memformulasi ulang
pasal-pasal yang bersangkutan agar menjadi lebih baik," katanya.
Sejumlah
pasal dalam KUHP baru dituding juga mengancam kebebasan berpendapat publik.
Salah satunya mulai Pasal 188 dan 218 KUHP.
Dua pasal
itu mengatur soal tindak pidana penghinaan terhadap ideologi negara dan
menyerang harkat martabat presiden. Dini menilai dalam Pasal 188 soal
penghinaan terhadap ideologi negara tindakan pidana di pasal itu bisa
dibatalkan jika dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Sementara
itu, di Pasal 218 KUHP tentang menyerang harkat martabat presiden, Dini
mengatakan perumusan pasal itu telah sesuai dengan pertimbangan Putusan MK No
13-22/2006 tentang Pengujian Pasal 134 KUHP, yaitu dalam hal penghinaan
dilakukan terhadap presiden selaku pejabat dapat menggunakan Pasal 207 KUHP
tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum sebagai delik aduan.
Dini juga
menyoroti soal Pasal 240 KUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah atau
lembaga negara. Pasal itu merupakan delik aduan dan hanya bisa dilaporkan oleh
para pimpinan lembaga negara.
"Jadi
mohon agar para pihak membaca dulu pasalnya dengan jeli, pahami dulu
substansinya dengan benar, jangan langsung panik karena kesalahpahaman dan lalu
menebarkan kepanikannya tersebut kepada masyarakat," pungkas Dini.
Komentar
Posting Komentar